Home » » O Ternyata #part 1

O Ternyata #part 1


Banyak yang tidak menyangka atau malah tidak tahu bahwa saya sebenarnya ber-background Salafi. Hehehe...
Iya betul, Abah dan Ummi memang banyak belajar dan ber-relasi dengan orang-orang salafi. Ummi itu ber-cadar kok, jilbabnya gedhe (kayak superman), gamisnya pun yang celotehnya orang-orang mirip “bangjo”, kalo g hitam, biru gelap, ijo tua ya coklat tua, pokonya seragam gitu-gitu lah.
#hufh, miris kalo keinget dulu gimana itu adalah bahan olokan ketika masa kecil dulu.

Selanjutnya, di rumah kami musik itu haram dan dilarang. Foto-foto atau gambar gitu juga kalo bisa nemu “ampuh”. TV pun juga g punya, atau pas ada TV nontonya dibatasi. Dan kalo sekarang buka2 di gudang masih nemu kok pakaian2 kecil saya yang ummi abah belikan. Ya gitu lah, alikacong (aliran katok congklang).

(Itu dulu) iya.. itu dulu, Saya menyebut “itu dulu”.
ya memang itu dulu, Bagaimana ummi membesarkan ku dengan pemahaman-pemahaman salaf dan tetek bengek didalamnya. Namun pendidikan itu hanya bertahan hingga usia Taman kanan-kanak (TK) saja. Sedikit sih sampai usia SD. Karena dengan berjalannya waktu, kami pun kini hidup ditengah masyarakat umum yang notabene melihat pemahaman yang demikian dirasa “aneh”. (baca = urip neng deso)

Nah.. sekarang? orang salafi tapi nggak nyalaf. Hhe.. (mungkin itu sebutan sekarang kali ya.) entah dimana yang salah atau bagaimana (ya memang tidak untuk menyalahkan siapa atau apa), namun hal ini dapat dijadikan perjalanan suatu proses yang telah terjalani. Sedikit banyak saya sendiri pun memang mengakui bahwa penerapan-penerapan dakwah salaf memang tidak melekat pada diri saya. Tapi sedikit banyak pula, pemahaman-pemahaman dan dasar pemikiran yang saya olah dalam otak ini juga tidak terlepas dari itu. Saya percaya dan yakin bahwa memang dakwah salafiyah lah yang memang mengacu pada “Islam” itu sendiri. Pada dasarnya memang dakwah salafiyah adalah untuk mengembalikan fitrah kehidupan manusia kepada Al-quran dan Hadits dimana mengacu pada para salafus saleh terdahulu. Ya karena kaum ini sempat dijadikan contoh sebagai kaum terbaik pada masa itu. Dan bla..bla..bla.. (kalo cerita ini 2 hari tiga malam g selesai mesti).

Jika dikatakan saya ini Muhamadiyah juga nggak (karena factor masyarakat kami saja yang kebetulan mendominasi itu). NU apalagi. Atau manhaj-manhaj yang lain? Hmm..
Saya memang KuPer kalo dalam masalah yang seperti itu. Saya lebih cenderung hidup beragama ya yang telah digariskan saja, Saya tidak mau ambil pusing. Tidak ada yang bisa menjamin dari sekian manhaj tersebut tentang “kebenaran” [Wallahu a’lam bi ash-shawab]

Hop..hop.. keluar dari topik malah.
Yah.. kita lanjutkan ke topic awal. Nah.. Dengan se-ambreg pola pembinaan salafiyah tersebut ada beberapa hal yang menurut saya menjadi sebuah bagian yang transisi atau yang saya istilahkan beralih.

Di tengah era perkembangan zaman seperti ini, munafiq ketika kita meutup mata dari semua yang terjadi, baik yang berupa perkembangan yang positive maupun yang berbau maksiat sekali pun. Ada beberapa orang memang yang menanggapi perkembangan seperti ini dengan menutup mata dan seolah-olah (dalam tanda petik) “menyendiri” membentuk komunitas sendiri. Mereka tidak mau berusan dengan dunia luar, bersinggungan dengan masyarakat luar dan terkesan –eksklusif-. Sikap yang bagi masyarakat disekitarnya (angkuh dan cuek).

Sikap ekslusif ini lah yang menurut saya karena memang ada kesenjangan kebiasaan dan pemahaman yang berbeda. Baik, sebut saja mereka yang ber-cadar hidup di tengah masyarakat desa yang notabene adalah orang-orang dengan tradisi “Jaman Doeloe”. Ada sedikit pergesekan social yang entah sadar atau tidak terjadi pada lingkup masyarakat tersebut.

Menjadi sedikit berbeda itu agak-agak gimana gitu (memang). Menjadi yang berjenggot sedikit atau jilbaber (berjilbab gedhe) sudah mendapat labeling tersendiri dari masyarakat sekitar. Ada label yang membuat hal itu menjadi terkucilkan dan dianggap berbeda Ya kalau harus jujur memang agak gimana gitu, secara psikologis munafik bila tidak mempunyai rasa seperti itu.
Poin berikutnya adalah bagaimana jika perasaan itu merong-rong pada anak yang masih kecil dan belum dapat berprinsip kuat seperti kakaknya atau kedua orang tuanya misal. Tentu akan memiliki efek tersendiri bagi si anak. Mungkin bagi kita hal itu dapat dengan mudah teratasi, ya karena kita telah memiliki prinsip dan itu wajar.

(baik, untuk pembahasan terkait anak dapat dilanjutkan pada sesi lain). Namun disini saya hanya ingin menggaris bawahi bahwa justru orang-orang yang mampu survive dalam lingkungan seperti itu lah yang benar-benar Qowi. Survive disini bukan hanya tahan dengan keberbedaannya, namun mampu berkomunikasi baik dan memberi warna pada masyarakat tersebut. Jadi tidak hanya survive dalam pandangan bertahan saja.
Catatan : itu SUSAH

Terakhir, Saya ucapkan SELAMAT kepada mereka yang mampu survive tersebut. Dan juga ungkapan terimakasih yang sebesar-besar nya atas hal yang menginspirasi tersebut. Karena orang-orang yang memiliki keberbedaan (persepsi masyarakat umum) adalah inspirasi kehidupan.

Writing Inspiration by : Ummi


Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Copyright © 2011. :: Harun A. Aziz :: - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger