Wanita
itu jahat. Kok bisa?
Misalnya nih, ada satu pasang
laki-laki dan wanita yang sedang menjalani masa ta’aruf dan memiliki
ketertarikan yang sama. Namun ditengah-tengah
ta’aruf mereka datang seorang laki-laki hendak melamar si wanita tersebut. Nah.. yang jadi pertanyaan
adalah apa yang akan dilakukan oleh si wanita itu? Apakah ia akan tetap mempertahankan laki-laki yang sedang
berta’aruf dengannya atau ia akan menerima lamaran laki-laki kedua.
Jika
kamu adalah seorang wanita apa yang akan kamu lakukan?
Bingung?
Galau? Ragu?
Hmm,
Pasti engkau berfikir bahwa dengan laki-laki yang
pertama kejelasan statusnya belum jelas.
Ya..walaupun ia/laki-laki
sudah berkeinginan untuk segera melamar mu, tapi itu pun belum cukup bagi
seorang wanita sepertimu kan?
Karena wanita itu butuh kepastian yang jelas, butuh
yang pasti-pasti, tidak mlenca-mlence dan bimbang tarik ulur. Seperti itu kan
prinsipmu wahai fulan?
Sedangkan
laki-laki yang kedua
datang dengan kepastian yang pasti, dan barangkali secara ekonomi juga sudah
mapan. Tentu itu akan sedikit banyak mempengaruhi pertimbanganmu untuk menerima
sang calon suami. Dan pada akhirnya
engkau akan menerima lamaran laki-laki
kedua dan meninggalkan laki-laki pertama yang sebelumnya kalian telah
berta’aruf.
(pembahasan
ini terlapas dari konsekuensi bahwa
jodoh itu sudah diatur atau semacamnya lah,
namun tulisan ini menggunakan sisi
lain. Dengan kacamata
seorang laki-laki tentunya)
***
“Wanita itu butuh kepastian”, inikah yang selalu di agung-agungkan kaum hawa ketika mendekati masa pelaminannya?
Ketika
disodorkan pada 2 atau lebih pilihan maka si wanita akan memilih kepastian mana dulu yang
lebih kuat. Alias siapa kah yang paling berani untuk serius menyatakan cintanya
dengan mengkhitbah si wanita tersebut.
Benar?
Susah
memang, ketika diawal telah memilih pada satu pilihan namun hanya karena belum
ada kepastian yang jelas dari laki-laki
pertama, si wanita tiba-tiba merubah pikirannya dan mencari posisi
aman dengan menerima lamaran laki-laki kedua. Dikebanyakan kasus
memang sering ditemukan hal demikian bukan??
Lantas
apa yang akan kau lakukan terhadap pilihan awal mu yang mungkin engkau pun juga
menaruh harapan padanya? Di awal kalian telah melalui masa ta’aruf dan telah
mengenal satu sama lain, namun hanya dengan datang sebuah lamaran yang lebih
dulu dari si laki-laki pertama engkau menjadi bimbang dan sejenak melupakan
pada pilihan awal mu itu.
Jahat?
Hmm,
ntah kata apa yang lebih cocok untuk kasus ini. Yang jelas dengan seenaknya
sendiri si wanita merubah pilihannya
(hanya karena ada yang lebih pasti). Dan
apakah menikah itu hanya sekedar berlandaskan pada
kepastian saja? Dengan mudahnya meninggalkan pada pilihan pertama hanya mengejar kepastian semata. Kalau ga jahat, curang
atau g fair, lantas kata apa yang sesuai denganya? Itu sama saja PHP (pemberian
harapan palsu) bagi si laki-laki pertama. Apakah wanita tidak memikirkan itu, bagaimana denga perasaan si laki-laki pertama tersebut.
Apakah yang seperti ini masih mau berkelak
dengan dalil bahwa “ya karena
wanita itu istimewa, unik dan ingin dimengerti, laki-laki
itu harus memahami wanita?” loh,
Wanita sendiri, apa pernah memahami laki-laki? Hanya
tinggal sedikit langkah saja, maka laki-laki yang pertama itu akan segera
melamarmu dan engkau akan bersama pada pilihan awalmu. Tapi, entah apa yang ada
dipikiran si wanita, kok ya bisa-bisanya berubah pikiran dan sejenak langsung
melupakan pilihan awalnya.
***
Perkara
semacam ini terjadi karena si wanita dihadapkan
pada lebih dari 1 pilihan. Ya enak lah, dia tinggal memilih saja yang paling
menguntungkan untuk dirinya. Coba ketika si wanita yang berada dalam rentetan
pilihan si laki-laki. Sebagai contoh; Pada mulanya si wanita dan laki-laki ini
telah saling mengenaal dan berta’aruf, tujuannya jelas, yakni untuk menuju bingkai
pernikahan. Namun di tengah jalan ternyata si laki-laki dijodohkan orang tuanya
pada wanita lain yang mungkin lebih sholehah,kaya,rajin
dan sebagainya. Ternyata si laki-laki memilih wanita
kedua yang lebih memiliki kepastian yang jelas (yakni kepastian untuk menikah
karena telah dijodohkan orang tuannya, sedangkan dengan wanita pertama belum
tentu). Jika demikian, bagaimana perasaan mu ketika diperlakukan seperti itu?
Pasti kau akan berkata dan berdalil bahwa si laki-laki itu tak punya perasaan
dan tak bisa memahami mu sebagai seorang wanita.
Sehingga
alasan pertama mengapa kalian bisa berpindah
hati adalah kalian para wanita berada pada
posisi yang mengambil keputusan (posisi
yang menetukan) alias yang memilih
diantara pilihan yang hadir, bukan dipilih.
Serta menjadi pihak yang sedang diperebutkan sehingga jelas akan memilih sesuai
keinginan kalian. Dan parameter yang kalian gunakan adalah “kepastian” itu
tadi. “Siapa yang lebih pasti dia lah
yang jadi imamku”, walau harus melupakan dan mengorbankan komitmen awal dengan laki-laki
pertama.
Kedua,
wanita itu lemah. Dia sangat bergantung pada laki-laki. Sehingga dalam konteks
ini si wanita akan mencari posisi aman dan akan memilih yang memiliki kepastian
lebih tinggi. (Bisa saja dengan laki-laki yang pertama tidak jadi menikah, ya
sudah dengan laki-laki kedua saja yang sudah pasti. *gumam mu kan?)
Jika
demikian, lemah sekali ya kalian ini. Engkau hanya duduk manis menunggu lamaran
dan ketika ada yang mulai mengajak ta’aruf kau ladeni dan mulai yakin akan
menikah dengannya. Namun ketika datang sebuah pilihan lain yang lebih pasti,
berubah sudah jalan pikiranmu. Kau terima lamarannya dan melupakan pada
komitmen awalmu pada laki-laki yang pertama. Apakah seperti ini kami masih
harus memahami mu? Yang kata orang kau itu
unik dan susah ditebak. Maka yang harus mengalah adalah kami, laki-laki dengan
belajar memahamimu. Apakah kami selalu engkau begitukan??
***
Tahukah
kalian?
Yang
sekelas Siti Khadijah saja tidak seperti
itu. Tengok bagaimana ia merajut keluarga baru
dengan Muhammad kala itu. Rumah tangga Muhammad dan Khadijah, siapa
memperjuangkan siapa? Coba dijawab.. siapa
memperjuangkan siapa?
Khadijah
bukan.
Ia
berjuang, bertaruh bagaimana
cara untuk memperjuangkan cintanya akan Muhammad. Apakah Khadijah berdiam diri
di dalam rumah untuk menanti lamaran Muhammad? Tentu tidak bukan(tengok kembali kisah khadijah)
Kemudian,
Apakah Khadijah selemah itu menggantungkan dirinya
pada laki-laki yang akan melamarnya? juga
tidak bukan.. Karena Khadijah sangat
memperjuangkan cintanya. Ia tidak lemah, ia kuat, walau ada laki-laki yang
memiliki kepastian yang lebih jelas tapi ia tidak terpengaruh. Cintanya hanya
pada Muhammad. Dan dengan
berbagai cara ia akan berjuang mendapatkan
cinta Muhammad.
Sejarah
membuktikan bahwa justru dia lah yang memulai
perkenalan (ta’aruf)
terlebih duhulu. Tengok bagaimana
ia mengumpulkan informasi tentang Muhammad dan bagaimana ia memperkenalkan
dirinya pada Muhammad yang kala itu mereka belum saling kenal.
Apakah
Khadijah wanita yang selalu meninggikan dalil bahwa kalian para pria harus
lebih memahami wanita?
Karena wanita itu unik sehingga harus dipahami dan dimengerti. Apakah Khadijah
seperti itu? Lantas, Apakah Khadijah adalah wanita yang gengsi ketika dikatakan
“masa wanita yang mengejar-ngejar pria?”. Apakah Khadijah bertipe seperti itu?
Andai
Khadijah adalah wanita bertipe seperti itu, yang hanya duduk manis menunggu
lamaran laki-laki, bergantung pada
laki-laki yang akan melamarnya dan gengsi bahwa yang harusnya pedekate itu
adalah laki-laki, barangkali ia tak dapat hidup
seiring dengan Muhammad. Nilai perjuangan inilah yang harusnya dibuktikan para
kaum hawa saat ini. Ketika telah memiliki iktikad baik dengan seorang laki-laki
maka untuk menjaganya membutuhkan keistiqomahan yang lebih.
Nah sekarang, Seberapa jauh sih perjuangan
seorang wanita sekarang dalam memperjuangkan
cintanya?
***
Terakhir
mari kita simak bersama
bagaimana proses pernikahan Khadijah dan Muhammad, maka kita akan mengetahui
bagaimana proses perjuangan seorang Khadijah untuk mendapatkan Sang Uswatun
khasanah.
Khadijah
adalah seorang wanita bangsawan dizamannya. Dia adalah anak Khuwalid bin Asad
bin Abdul Uza’I bin Qushay bin Kilab dari kabilah Quraisy, yairu Bani Asad.
Sayyidah Khadijah menikah dengan Abu Halah Ibnu Zararah at-Tamimi, yang
kemudian melahirkan seorang putra dan seorang putri, Halah dan Hindun.
Ditinggalkan mendiang suaminya, Khadijah menikah lagi dengan seorang pria
bernama Utaiq bin Aidz bin Abdullah al-Makhzumi. Beliau hidup bersamanya
beberapa lama, lantas keduanya berpisah.
Setelah
perceraiannya, banyak pembesar-pembesar Quraisy ingin meminangnya. Namun beliau
menolak dan fokus pada pendidikan anak-anaknya. Selain itu juga untuk
melancarkan bisnis perniagaanya. Beliau memang seorang wanita konglomerat pada
zaman itu. Dalam menjalankan bisnisnya ini beliau mempekerjakan beberapa asisten laki-laki untuk
menjual barang dagangannya. Karenanya tatkala sampai berita kepada beliau
tentang sosok Muhammad SAW yang berkepribadian jujur, amanah, dan berakhlak
terpuji, Sayyidah Khadijah mengutus beliau dengan membawa dagangannya ke kota
bisnis Syam bersama seorang jejaka bernama Maisarah dengan perjanjian Sayyidah
Khadijah akan memberinya upah lebih banyak daripada asisten hariannya.
Muhammd,
sebagai seorang terpercaya dan jujur, menyepakati perjanjian tersebut. Maka
berangkatlah Muhammad dengan Maisarah. Dalam bisnis ini Allah memberinya nasib
baik sehingga keuntungannya luar biasa. Hati Khadijah pun berbunga-bunga atas
hasil yang didapat. Terlebih laporan dari Maisarah akan kepribadian, kejujuran,
kesopanan dan cara Muhammad dalam bermuamalah menambah detak kagum Khadijah.
Karenanya,
muncullah rasa simpati di benaknya, bercampur rasa haru bergelombang yang belum
pernah sekalipun mengalaminya. Muhammad tidak seperti laki-laki pada umumnya.
Akan
tetapi mungkinkah seorang pemuda jujur terpercaya mau manikahinya padahal ia
telah berumur 40 tahun?
Dan
bagaimana ia akan menghadapi
kaumnya sedangkan ia telah menolak beberapa pembesar-pembesar Quraisy?
Di
tengah kepedihannya, rasa bingung dan kegundahan ini, datanglah seorang teman
putri dekatnya, Nafsiah binti Munabbith. Ia kemudian menemui dan duduk
bersamanya, bertukar pikiran, hingga dengan kecemerlangannya Nafisah bisa
mengungkap rahasia tersembunyi yang selama
ini berdenyut di hati Khadijah.
Nafisah
kemudian menenangkan relung hati Khadijah dan menentramkan luapan-luapan
hatinya. Nafisah ini lah yang kemudian menyampaikan lamaran Khadijah kepada
Muhammad kala itu. Suatu ketika, Nafisah mendatangi Muhammad dan bertanya:
“Wahai Muhammad! Apa sesungguhnya yang menghalangimu memasuki dunia rumah
tangga? Kukira usiamu sudah cukup dewasa!” Apakah engkau akan menyambut dengan
senang hati jika saya mengundangmu kepada kecantikan, kekayaan, keagungan, dan
kehormatan? Muhamad menjawab, “Apa maksudmu?” ia lalu menyebut “Khadijah” tanpa
basa basi. Muhammad lalu berkata, “Apakah Khadijah siap untuk itu, padahal
dunia saya dan dunianya jauh berbeda?” nafisah berujar, “saya mendapatkan
kepercayaan darinya, engkau hanya perlu menetapkan tanggal perkawinan agar
walinya (‘Amr bin Asad) dapat mendampingimu dan upacara perkawinan dapat
diselenggarakan.”
Kemudian
Muhammad membicarakan hal ini kepada paman beliau, Abu Thalib. Paman Muhammad
ini menyambut dengan gembra karena ia tahu bahwa Khadijah adalah wanita yang
mulia dan merupakan keponakannya sendiri. Persetujuan Abu Tholib ini dibuktikan
dengan mengutus saudaranya, Safiyah untuk membicarakan lamaran Muhammad.
Melalui
berbagai proses, maka pesta pernikahan pun dilaksanakan. Dalam kesempatan itu
Abu Thalib menyampaikan pidato dan mengatakan: “Keponakan saya Muhammad bin Abdullah lebih utama daripada
siapa pun di kalaangan Quraisy karena kecerdasannya, kebijaksanaannya, kesucian
keturunannya, kesucian pribadinya, serta kehormatan keluarganya. Dia memiliki
tanda-tanda untuk ditakdirkan menjadi orang besar. Dia menikahi Khadijah binti
Khuwailid dengan mahar 400 dirham emas atas Muhammad dan Khadijah sebagai
suami-istri. Semoga Allah memberkahi mereka berdua dan semoga Dia menjadi
pelindung mereka berdua.”
Lalu
Waraqah, paman Khadijah, tampil dan mengatakan: “tidak ada orang Quraisy yang
membantah kelebihan Muhammad dan keluarganya. Kami sangat ingin memegang tali
persaudaraan kita. Wahai penguasa Mekah, aku ingin kalian bersaksi bahwa aku
mempercayakan Khadijah kepada Muhammad bin Abdullah dengan mahar 400 dirham
emas. Semoga Allah membuat pernikahan mereka berdua bahagia.” (Razwy, 2002)
Pernikahan Muhammad dengan Khadijah ini dianggap
sebagai pernikahan yang paling istimewa pada waktu itu. Tidak terhitung jumlah
tamu yang hadir. Mungkin, hal ini disebabkan oleh popularitas keduanya sebagai
penduduk yang dermawan, murah hati, dan terkenal dengan kejujurannya. Bahkan
para budak pun diberi kesempatan untuk menikmati jamuan makan seperti tamu-tamu
yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa prinsip-prinsip persamaan telah mulai
ditumbuh-kembangkan oleh Muhammad dan Khadijah.
***
Ehm...
BalasHapusNdak tahan mau gak komen, izin komen yoo, hehe...
________
Nak,
Ada sedikit yang tak kupahami disini, kau taaruf yang model gimana sih? Jika memang pernikahan yang kau tujukan, kenapa dalam kisah itu kau masih terlihat sangat 'tidak siap'?
Kau men-naaruf-i dia dengan keragu-raguan, mau mempermainkan kami yang lemah ini ya???!
Nak,
Pun setauku,
"Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin yang lain. Tidak halal seorang mukmin menawar diatas tawaran saudaranya dan meminang (seorang wanita) diatas pinangan saudaranya hingga nyata (bahwa pinangan itu) sudah ditinggalkannya" (HR. Muslim dan Ahmad)
Dari sini kutarik dua kesimpulan, kau tidak serius dalam tujuan taaruf ini (jangan bilang kau hanya pacaran dengannya ya?)jadi intinya kalian hanya saling PHP, atauu.. wanitamu yang tak mengerti aturan ini. :)
Nak,
Pada dasarnya, wanita yang lurus tujuannya untuk segera menikah, dia akan menikah dengan siapapun. dia tidak akan melihat embel-embel yang sering para lelaki pusingkan, asal kau berani menembak tepat sasaran, yakin, dia akan mau mempersiapkan yang kau pusingkan itu sama-sama nanti.
Nak,
Tolong jangan sebegitu buruknya pandanganmu pada kami, aku yakin, wanitamu itu shalihah kan? (kalau tidak, mana mungkin kau akan se'patah-hati' ini (ngekek #ups)). dalam memilih, pasti dia melibatkan Dia dalam prosesnya. ingat ada istilah istikharah kan? nha, mungkin ketetapan hatinya memang bukan padamu. jadi dia tidak jahat, hanya mematuhi pilihan yang dipilihkan yang Maha tau. kau pikir yang tukang membolak balik hati itu siapa.Hah!!!
Nak,
Mungkin, Allah sedang menyelamatkanmu dalam hal ini, karena sebenarnya Dia telah menyiapkan yang berkali-kali-kali-kali lipat lebih shalihah dibanding wanitamu yang ini. pun jika memang benar wanitamu itu memilih dia karena kau kalah siap darinya, seharusnya kau bersyukur. buka mata, wanita yang hebat itu yang siap diajak susah, dan yang spesial itu yang siap diajak dalam segala kemungkinan. bukan yang cari aman. Catat itu!!! jadi bukankah dari situ kau sudah bisa menilai 'kadar' wanitamu itu seperti apa? :)
Nak,
mungkin tulisan ini akan susah sekali diterima hatimu yang sedang 'hancur' itu. tapi semoga, ya semoga, suatu saat kau akan paham bagaimana maksudnya...
#berasalaginasehatinanaksendiri
________
Haha, ini komen bukan untukmu lo mas harun, tapi untuk laki-laki yang ada ditulisanmu itu...
haha..bener kan run tulisanmu yang satu ini banyak kontroversi. dibilang apa, g usah dipublish ngeyel... *sokor.
BalasHapusmbok yo di edit sek lak yo iso. *rasakno kwe..
hahaha..
mb yang kmen diats : hhe..
BalasHapusmhon maaf apabila ada ketidaksamaan pandangan tntang itu. si penulis hanya mengambil dari sisi yg lain (ekstrim) sj kok. sepenggal kasus itu juga hanya me-lebay2kan biar opini yang saya kemukakan tambah kuat.
tapi pada akhirnya tetep kok, kalian ini memang istimewa,unik dan bla..bla..bla..
dan sedikit bocoran, tulisan ini telah termuseumkan setahun yang lalu. hahaha..
#ising2 buka harta karun ternyata nemu benda itu #tanpa editing #tanpa sensor #masih mentah
(jadi harap maklum kalo masih kacau dsb.
-terimakasih untuk komentar ruuar biasanya-
hahaha... :D
trimakasih sudah berbagi info mas sangat bermanfaat
BalasHapusmeanrik buat di baca
Pakarbet
BalasHapusPokerace99
BalasHapusSlot online
mutiarapoker
jayabola
BalasHapusdepoqq
indobola88
dinastybet