Mencoba untuk menjawab diskusi yang terhenti pada sebuah pertanyaan, "sekarang aku tanya, bagaimana coba ikhtiarnya seorang perempuan/akhwat?"
#mak deg.. mikirpanjang
(waduh jadi panjang ini, dalam hati berbisik)
emm, mungkin ini bisa sedikit menjelaskan. cekidot :
#mak deg.. mikirpanjang
(waduh jadi panjang ini, dalam hati berbisik)
emm, mungkin ini bisa sedikit menjelaskan. cekidot :
NB : tapi maaf sebelumnya, karena saya ini tipe2 yang kurang setuju juga kalau akhwat/perempuan itu harus "dekem" dirumah dan ga tau dunia luar (baca=cuek). dan bla..bla..bla..
ya terserah deh, mau jaga diri,terhindar fitnah ato apalah. tapi akan saya acungi jempol banyak bagi perempuan/akhwat yang punya segudang pengalaman, ketrampilan ini itu dan "grapyak" sama orang. wa.. dapet nilai plus deh.
ok2, kembali ke benang merah. terkait dengan ikhtiar nya seorang perempuan/akhwat.
***
Kala hati
ini bergejolak
Siapa yang tau
Ketika hati ini semakin gundah
Siapa yang tau
Siapa yang tau
Ketika hati ini semakin gundah
Siapa yang tau
Salahkah diri ini ketika harus menawarkan diri
Aku cinta bukan untuk kehinaan
Tapi untuk kebaikan hati dalam ridho Tuhan
Aku cinta bukan untuk kehinaan
Tapi untuk kebaikan hati dalam ridho Tuhan
Pernikahan
adalah suatu hal yang sangat penuh dengan nilai kebaikan dan kesempurnaan. Tak
sedikit para ikhwan dan akhwat yang hatinya penuh dengan gejolak karena syahwat
dunia yang semakin hari semakin sulit untuk di bendung.
Setiap
pertemuan selalu mendebarkan, terkadang tak tertahankannya perasaan membuat
jatuh kedalam jurang yang gelap semakin menjauhkan dari keimanan. Naudzubillah.
Mungkin akan
sedikit aneh di negeri ini ketika seorang wanita atau akhwat memulai
melantunkan nada pinangan kepada ikhwan yang di kehendakinya, karena hal ini
sangat jarang di dengar tapi sesungguhnya sering kali terjadi. Hanya saja nada
pinangan ketika akhwat yang memulainya agak sedikit aneh terdengar di gendering
telinga. Seperti ada kerendahan, kehinaan, dan kejatuhan harga diri dari
kemuliaan yang tidak mendasar.
Mungkin di
antara kita tak sedikit bertemu atau melihat ada beberapa orang tua gadis yang
mempunyai pertemanan dengan orang tua seorang ikhwan. Terlontarlah sebuah
kebaikan dari orang tua si gadis untuk menjodohkan anak mereka. Sekilas mungkin
biasa saja, tapi ini telah termasuk kedalam proses penawaran seorang gadis pada
seorang ikhwan.
Banyak hal
ini sebenarnya terjadi di dalam lingkungan kita, tapi terkadang kita tidak
menyadarinya bahwa telah terjadi suatu proses peminangan seorang akhwat pada
seorang ikhwan.
Tinjauan
syar’i tentang hal ini?
Hal inipun
telah banyak terjadi pada zaman Rasulullah saw dan para sahabat. Tak sedikit
akan kita temui riwayat para wanita menawarkan dirinya pada seorang laki-laki.
Bahkan para sahabat Rasul saw dan ulama memandang sikap menawarkan diri ini
sebagai sikap yang terpuji dan merupakan kemuliaan bagi si wanita.
Diriwayatkan
dari Anas ra, ia bercerita, seorang wanita dating kepada Rasulullah saw untuk
menawarkan dirinya kepada beliau seraya berkata, “Wahai Rasulullah, apakah
engkau membutuhkan aku (sebagai istri)? Mendengar hal itu, putrid Anas berkata,
“Betapa sedikit rasa malunya, dan betapa buruknya.” Anas berkata, “Ia lebih
baik daripada engkau. Ia menyukai Rasulullah lalu menawarkan dirinya kepada
Beliau.” (Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (5120), an-Nasa’I (VI/78, dan
Ibnu Majah (2001)
Bagaimana
Cara Akhwat Meminang Ikhwan?
Berkenaan
dengan cara ini, tentunya kita tidak berlepas diri dari kisah-kisah shahih yang
telah diriwayatkan oleh ulama-ulama gar tidak terjerumus pada hal-hal yang
halal tapi kemudian menjadi haram.
a. Melalui
orang tua atau kerabat
“Ummu
Habibah binti Abu Sufyan berkata kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah,
nikahlah dengan saudara perempuanku puteri Abu Sufyan.” Beliau saw bertanya,
“Apakah kamu menyukai yang demikian itu?” Ummu Habibah menjawab, “Saya tidak
asing lagi bagimu, dan engkaulah yang paling kuinginkan untuk menyertai aku
dalam kebaikan saudara perempuanku.” (diriwayatkan oleh al-Bukhari)
Pada kisah
tersebut Ummu Habibah menawarkan saudara perempuannya pada Rasulullah saw, tapi
kemudian Rasulullah saw menolaknya karena Ummu Habibah adalah istri Rasulullah
saw dan tidak diperbolehkannya menikah dengan saudara perempuan istri.
Kemudian
kita bisa belajar dari kisah Nabi Syu’aib as yang sudah sangat tua, yang
kemudian menawarkan salah seorang putrinya kepada nabi Musa as sebagaimana
tersurat di dalam Al Qur’an surat Al Qashash ayat 27-28 :
Berkatalah
dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang
dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan
jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu,
maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang baik”.Dia (Musa) berkata: “Itulah (perjanjian) antara
aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan,
maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi
atas apa yang kita ucapkan”.
b.
Menawarkan diri secara langsung
Diriwayatkan
dari Sahal bin Sa’ad ra bahwa telah dating seorang wanita menawarkan dirinya
kepada Rasulullh saw kemudian Rasulullah saw menundukkan pandangan darinya
hingga datang seorang laki-laki berkata kepada Beliau, “Nikahkanlah aku
dengannya.” (Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (5126) dan Muslim (1425))
Dari hadist
ini kita dapat mengambil hikmah bahwa, apabila telah telah ada seorang
laki-laki baik dalam agamanya dan matang dalam kepribadiannya lalu kemudian
kita menghendakinya maka tak salah kita menyampaikan langsung hal tersebut
padanya.
Hal ini juga
ditempuh oleh Rabi’ah asy-Syamiyah ketika menawarkan dirinya kepada Syekh Ahmad
bin Abu al-Huwari yang dikenal dengan kebaikan agama dan akhlaknya dan kemudian
Syekh Ahmad pun menikah dengan Rabi’ah asy-Syamiyah setelah berkonsultasi
dengan gurunya.
Meminang
ikhwan yang dilakukan oleh akhwat adalah hal yang diperbolehkan dan tidak ada
halangan bagi si akhwat untuk melakukan ini.
Namun
kemudian tak sedikit ulama yang lebih menjaga hal ini agar tidak menimbulkan
fitnah bukan bermaksud untuk mengahalangi si akhwat untuk melakukan hal ini,
tidak lebih hanyalah untuk tetap bisa menjaga martabat dan kehormatan dari si
akhwat dan menghindarkan timbulnya kerusakan.
Kemudian
dalam memilih lelaki yang akan di pinang para ulamapun bersepakat bahwa lelaki
itu telah terlebih dahulu dipastikan kesalihannya, kematangan emosionalnya, dan
keluhuran akhlaknya.
Seorang
laki-laki pernah bertanya kepada Hasan bin Ali, “Aku mempunyai seorang putrid.
Siapakah kiranya yang patut menjadi suaminya menurut engkau?” Jawabnya,
“Seorang laki-laki yang bertaqwa kepada Allah. Karena jika ia senang, ia akan
menghormatinya dan jika ia sedang marah, ia tidak suka berbuat dzalim
kepadanya.”
Belajar Dari
Khadijah
Terakhir ada
sedikit kutipan dari buku ustadz Mohammad Fauzil Adhim yang berjudul “Saatnya
untuk Menikah”, bagaimana agar kita bisa belajar dari Khadijah ra dalam hal
menawarkan diri ini.
Sebelum
Khadijah memutuskan untuk menawarkan diri kepada Muhammad yang ketika itu belum
menjadi Nabi langkah pertama yang di ambil adalah mencari informasi
sejelas-jelasnya dan setepat-tepatnya tentang Muhammad dengan mengutus
Maisarah, seorang pekerja laki-laki yang bekerja padanya untuk mengikuti
perjalanan dagang yang dipimpin oleh Muhammad.
Setelah
memperoleh informasi yang rinci dan cukup, Khadijah kemudian mengutus Nafisah
binti Munayyah (seorang wanita setengah bayah, berusia sekitar 50 tahun) yang
kemudian bertugas menjajaki kemungkinan dan sekaligus menawarkan apabila
terlihat adanya peluang.
Singkat
cerita, pernikahanpun dilangsungkan dengan sebelumnya dilakukan peminangan
resmi oleh keluarga Muhammad yang diwakili oleh pamannya, Abu Thalib dan Hamzah
kepada keluarga Khadijah.
Dari hal
ini, ada 4 hal penting yang perlu kita mencatatnya baik-baik sebelum menawarkan
diri.
Pertama,
carilah informasi sedetail-detailnya dan setepat-tepatnya sebelum memutuskan
untuk menawarkan diri sehingga tidak terjadi ganjalan di tengah-tengah proses
Kedua,
gendaknya kita menawarkan diri melalui perantaraan orang lain, bukan diri
sendiri agar dapar dihindari hal-hal yang tidak perlu karena pengajuan
penawaran yang tergesa-gesa
Ketiga,
orang yang diminta untuk menjadi perantara adalah wanita yang sudah setengah
baya, karena mereka cenderung lebih mudah dalam mengkomunikasikan hal ini,
insyaAllah akan memberikan hasil yang lebih baik
Keempat,
proses menuju pernikahan tetap dilanjutkan dengan peminangan secara resmi oleh
pihak laki-laki.
Kutipan dari
kami :
“Jika memang
dia yang shalih akhlak dan agamanya telah hadir dalam mimpi-mimpi kita, lalu
apa yang membuat kita ragu untuk menyampaikannya pada orang tua seperti Hafshah
ra yang memberikan “masukan” kepada ayahnya? Atau sebagaimana putri Syafura
yang menyampaikan hal itu kepada ayahnya, Nabiyullah Syu’aib as.
Dan mengapa
kita harus membiarkan hal ini membuat rusuh risau hati yang bisa menjerumuskan
kedalam kegelapan syahwat dunia.
0 komentar:
Posting Komentar